Penolakan Draf Perpres TNI Tangani Terorisme Dinilai Berlebihan




0 0
Read Time:1 Minute, 48 Second

JAKARTA, Wartaotonomibaru.com – Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Bandung, Muradi angkat bicara mengenai penolakan Koalisi Masyarakat Sipil atas draf Peraturan Presiden (Perpres) TNI dalam menangani terorisme. Koalisi antara lain memandang Perpres itu akan melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Penolakan Koalisi Masyarakat Sipil atas draf Perpres TNI tangani terorisme, karena berpotensi melanggar HAM serta melampaui kewenangan TNI sebagai institusi pertahanan negara dapat dipahami, namun penolakan tersebut kurang tepat, dan menggambarkan kekhawatiran yang berlebihan,” kata Muradi dalam keterangannya, Jumat (15/5/2020).

Muradi menjelaskan sebagai bagian dari kesepakatan politik dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5/2018 tentang Antiteror, keterlibatan TNI dalam pemberantasan dan pencegahan terorisme secara eksplisit ditegaskan dalam Pasal 43I. Secara operasionalnya, lanjut Muradi, diatur dalam Perpres.

“Dalam rancangan Perpres tersebut juga secara gamblang dan normatif disajikan terkait batasan dan kewenangan TNI, dan itu setarikan nafas dengan UU 5/2018. Kekhawatiran adanya potensi penyalahgunaan kewenangan dari TNI terkait dengan peran dan fungsinya dalam pencegahan dan pemberantasan terorisme adalah bagian yang harus dipahami dan dijadikan penekanan pentingnya pengawasan dari masyarakat sipil,” ucap Muradi.

Muradi menuturkan, sebagaimana diketahui bahwa domain utama dalam UU 5/2018 yaitu penegakan hukum, termasuk di dalamnya institusi Polri dan BNPT diawasi Komisi III DPR. Sementara TNI juga menjalankan peran lainnya dalam bentuk operasi militer selain perang (OMSP) dalam pemberantasan terorisme, yang mana mitra TNI di parlemen ialah Komisi I DPR.

Muradi menyatakan keterlibatan TNI dalam pencegahan dan pemberantasan terorisme ini dapat dilihat dalam tiga perspektif. Pertama, sebagai bagian dari realitas keamanan paska perang dingin. Kedua, menjadi bagian dari efek gentar bagi pelaku teror dan kelompok radikal. Sebab tidak bisa lagi membenturkan institusi militer dan kepolisian terkait dengan peran dan fungsi dalam pencegahan dan pemberantasan terorisme.

Ketiga, berbatas ruang dan waktu. “Artinya dalam draf Perpres tersebut juga telah ditegaskan terkait batasan ruang dan waktu. Hal ini termaktub dalam draf Perpres tersebut. Meski masih ada  kekhawatiran atas itu karena interpretasi atas isi dari draf Perpres tersebut, namun dengan penegasan adanya tim pengawas yang berlapis, saya kira draf tersebut layak untuk dipertimbangkan untuk disetujui menjadi Perpres agar dapat menjadi landasan operasional TNI terkait dengan pencegahan dan pemberantasan terorisme di Indonesia,” pungkas Muradi.

(David,/Fredi)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*