Wartaotonomibaru.com, JAKARTA- Mantan Menteri Negara Perumahan Rakyat 1993-1998 yang juga deklarator The HUD Institute, Akbar Tanjung, mengatakan, keberadaan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) sebagai institusi dana amanat rakyat harus memiliki kemampuan untuk membangun kepercayaan publik, serta membangun sistem dan kultur yang sehat, dengan menciptakan mekanisme yang partisipatif dalam tata kelola yang baik (good corporate governance/GCG).
“BP Tapera harus membangun koordinasi dan kolaborasi dengan pihak-pihak berkepentingan (stakeholder) seperti pemilik dana (pekerja dan pemberi kerja), pelaku pembangunan, pemerintah daerah, lembaga pembiayaan, bank dan bank daerah, Perum Perumnas. Termasuk kelompok masayarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan konsumen serta lembaga masyarakat,” kata Akbar Tanjung, dalam siaran pers yang diterima Wartaotonomibaru.com Sabtu (27/6/2020).
Menurut Akbar Tanjung, BP Tapera harus melakukan transformasi kelembagaan dengan baik dan sempurna, juga penuntasan sekitar 300.000 hak-hak pensiunan PNS yang sebelumnya diselenggarakan BP Tapertarum PNS.
“Di sisi lain BP Tapera tidak pula menunda pelayanan pembiayaan yang murah kepada MBR formal dan informal agar segera memperoleh rumah yang layak dan terjangkau,” tegas Akbar Tanjung.
Ketua Umum The HUD Institute, Zulfi Syarif Koto mengatakan, keberadaan Tapera sejatinya sudah lama dinantikan oleh masyarakat. Ia menyebutkan, untuk Perumahan Prajurit sudah dimulai pada tahun 1974 dan 1977. Perumahan PNS tahun 1993/94. Tabungan Perumahan Pekerja Perusahaan/TP3 diinisiasi tahun 1995. Tabungan Perumahan Rakyat yang terintegrasi di inisiasi tahun 2006. Dan terakhir KPR FLPP diinisiasi tahun 2010.
“Semua hal tersebut di atas bermaksud menghadirkan peran negara guna mengatasi kekurangan permasalahan pembiayaan dalam skala besar, murah dan berkelanjutan. Karena itu, Tapera terkait langsung dengan hajat masyarakat dan menggunakan paradigma kerakyatan jangan dijadikan sebagai bola panas,” kata Zulfi.
Masalah perumahan, lanjut Zulfi, negara harus hadir sesuai amanat UUD 1945 pasal 28 yang menegaskan hak konstitusional bertempat tinggal, atau disebut dengan hak bermukim. “Hal ini berarti, kebutuhan perumahan rakyat, permukiman di kawasan perkotaan/perdesaan menjadi bagian penting dalam berbangsa dan bernegara,” tegas Zulfi.
Sekretaris Umum The HUD Institute, Muhammad Joni mengungkapkan, secara konsep Tapera dinilai penting dalam membangun utuh dan lengkapnya sistem pembiayaan perumahan rakyat, yang dirancang berbeda dengan pembiayaan perbankan biasa yang berbasis komersial.
“Maksud asli Tapera adalah lembaga pembiayaan primer yang berorientasi kepentingan rakyat. Garis ‘nasab’ Tapera dan UU Tapera tidak lepas, malah bersumber asli dari UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU PKP) Pasal 124, sehingga tidak bisa dilepaskan dari latar belakang sejarah, maksud asli, asas-asas, dan norma UU PKP,” tambah Joni.
UU Tapera, lanjut Joni, untuk mengisi kosongnya ekologi alur rantai pasok penyediaan dan pembiayaan perumahan rakyat. Dengan demikian, watak nirlaba dalam UU Tapera musti konsisten dalam norma-norma, regulasi, kebijakan, dan program layanan Tapera, baik pada aras pengumpulan, pemupukan maupun pembiayaannya.
Wardoyo
Wartaotonomibaru.com