JAKARTA, wartaotonomibaru.com – Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah kewajiban pemerintah, dan menjadikan generasi yang mampu bersaing dalam intelektual berpikir. Selain itu, Negara juga mengamanatkan agar para pendidik bagian dari tugas pemerintah.
Untuk itu, dalam rangka memberikan motivasi, support bagi para guru khususnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Pendidik telah menganggarkan program penerbitan majalah Guru.
Rangkaian anggaran yang disiapkan pun cukup besar, dimana setiap edisinya harus mengeluarkan dana ratusan juta rupiah.
Hasil investigasi menyebut majalah Guru terbit setiap bulan, dan diketahui eksis terakhir terbit pada tahun 2019. Namun, pada tahun 2020 tercium aroma tidak sedap terkait penerbitan majalah guru itu.
Biasaya majalah Guru beredar dikalangan para pendidik, dalam tahun 2020 tidak tampak wujud majalah tersebut. Usut punya usut, ternyata majalah Guru yang awalnya dikelola di Pokja Dirjen Guru dan Tenaga Pendidik, pada tahun 2020 dikelola oleh Bagian Rumah Tangga.
Pertanyaanpun muncul dalam kebingungannya, ketika temuan diungkap, tidak ada sisa 1 eksemplarpun untuk dokumen dan sebagai file bukti terbit? Seperti inikah cara-cara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa RI membuang-buang anggaran Negara?
Anehnya lagi, ketika dipertanyakan penerbit majalah guru TA 2000, mereka tidak dapat menjelaskan nama PT nya dan terlihat bingung menjawabnya.
Bagi kalangan pejabat kementerian dan para guru tentu paham eksistensi terbit terakhir Penerbitan Majalah Guru eksis terakhir tahun 2019, lalu tahun 2020 kemana?
Dalam pertemuan dengan Budi dan Faizal yang notabene sebagai penanggungjawab penerbitan majalah Guru tahun 2020 menyampaikan bahwa,”Program ini masuk ke kami pada bulan April 2020, dan sebenarnya hanya menjalankan atas perintah atasan, mengingat adanya restruktural internal.
“Sebenarnya terkait program penerbitan majalah Guru ini adalah Pokja, hanya pada tahun 2020 ini saja, Bagian Rumah Tangga menangani, “jelas Budi.
Lanjut Budi, terkait penerbitan majalah biaya, untuk cetak per edisi kurang lebih Rp 198 juta. Jadi Biaya cetak per exemplar senilai Rp. 60 ribu, dengan Oplah per edisi 3000 exemplar.
Ketika ditanya biaya cetak per exemplar Rp.60 ribu terlalu mahal, mereka berdua menjawab, ”Itu sudah dari sananya (entah apa maksudnya, dengan wajah keduanya saling tatap-tatapan). “Majalah Tempo saja harganya Rp. 70 ribu kan? “Tambah Budi.
Kemudian, kembali dipertanyakan soal nama PT dan data-data lain pendukung program cetak majala Guru, ia menjawab, ”Wah, nama PT nya kayaknya sama deh seperti tahun sebelumnya (namun dengan nada gemetar dan wajah yang bingung) berkasnya sedang dipinjam BPK untuk diaudit internal, termasuk penulisan, editing dan designnya pak, “jelas Faizal.
Pada kesempatan tersebut baik Budi dan Faizal memperlihatkan 2 eksemplar majalah Guru dengan edisi yang berbeda, ketika ditanya apa ini? Merek menjawab salah satu contoh terbitan edisi tahun 2020? ”ini salah satu contoh terbitan sebagai file, hanya 2 edisi yang dicetak, “jelas Budi.
Namun, kembali ditanya nama penerbit dan percetakannya, mereka menjawab, ”Waduh saya lupa nama penerbit dan percetakannya, “jawabnya.
Pendistribusian majalah tersebutpun diduga simpang siur. Mengingat saat pertemuan pertama pada Rabu (06/01/2021) mereka berdua mengatakan bahwa ‘Untuk pengiriman majalah melalui jasa Pos Indonesia tidak perlu menggunakan bukti resi pengiriman, pihak Pos Indonesia hanya memberikan rekap total saja’ jelasnya pada kesempatan tersebut.
Ketidak konsekuensi jawaban mereka pada hari Senin (11/01/2021) telah memberikan keterangan bahwa,”Untuk pengiriman majalah melalui jasa Pos Indonesia harus ada bukti resi pengiriman. Saat ini pihak vendor sedang mengumpulkan resi pengiriman tersebut, “ulas Budi bersama Faizal.
Selain itu, mereka juga memberikan penjelasan terkait adanya keterlambatan penerbitan dikarenakan kondisi pandemi saat ini.
Budi maupun Faizal menyatakan dengan sesuatu hal yang disembunyikan, “Pada prinsipnya kami tetap menjalankan program penerbitan majalah Guru ini, hanya saja ada kendala-kendala teknis, jadi tidak ada istilahnya fiktif. Kan sudah ada bukti terbit dan pendistribusian majalah tersebut, “kata Budi.
Fenomena inilah yang kerap terjadi dibagian kecil program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Dedengkot yang menjadi barometer para pendidik terkesan banyak permainan, bahkan menjadikan instrumen institusi sebagai ajang bisnis kalangan mereka saja, tanpa melihat dampak yang terjadi dimasyarakat.
Kantor mewah, semua serba mewah, namun cara kerja dalam pengabdian kepada bangsa dan negara tidaklah beradap, bahkan mereka lebih parah dari para bandit kelaparan yang mencari mangsa, hanya bedanya mereka tampak terlihat cerdas dan parlente saja.
Hingga hari ini Senin (08/02/2021) saat dikonfirmasi kembali, Ses Ditjen GTK mengirimkan pesan untuk meminta jadwal ke Sesprinya. Namun Ses Ditjen GTK tidak memberikan nomor tlp Sesprinya, hingga berita ini ditayangkan tidak ada jawaban atau klarifikasi yang jelas dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI soal penerbitan Majalah Guru TA 2000.
Secara terpisah Ketua Umum Forum Wartawan Jakarta, Mustofa Hadi Karya atau yang akrab disapa Opan saat dikonfirmasi pada Senin (08/02/2021) malam mengatakan bahwa mengabaikan surat konfirmasi media adalah bentuk kejahatan terselubung yang terkesan sebagai bentuk ketidakpedulian adanya kritikan dan berbagai sudut aduan dari temuan dilapangan.
Opan juga menuding Kementerian Pendidikan diduga telah membuang-buang anggaran dengan menerbitkan Majalah Guru TA 2000 tanpa adanya pengawasan publik, mengingat Negara telah menghabiskan banyak biaya di masa Pandemi ini.
“Artinya Majalah Guru TA 2000 itu bukan prioritas di masa pandemi ini, dan patut kita duga proyek majalah guru TA 2000 itu adalah Fiktif, karena ketidakjelasan dari pihak terkait dan PT Penrrbitnyapun buram. Tentunya hal itu sangat disayangkan masih saja ada oknum-oknum kementerian Pendidikan dan kebudayaan memanfaatkan edukasi sebagai bentuk lacuran yang menggrogoti uang Negara. “Cecer Opan.
Opan mendesak perlu adanya tindakan tegas dari BPK untuk dilakukan pemeriksaan ketat soal anggaran Majalah Guru TA 2020. “BPK harus transparan dan dapat memberikan kejelasan soal pemeriksaan anggaran tersebut kepada publik, jangan nanti ada dugaan konspirasi penyelamatan pejabat di Kementerian Pendidikan dan para pengusaha nakal. “Pungkasnya. (M.nur)