JAKARTA, wartaotonomibaru.com –
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait sangat kuatir vaksinasi terhadap anak, khususnya kepada anak usia 6 -11 tahun dapat mematikan pertumbuhan imunitas organ-organ tubuh anak termasuk alat-alat reproduksi anak, dan ancaman rusaknya sel telur, hormon dan sperma yang ada dalam tubuh anak. Demikian yang dituturkan Arist kepada wartawan dikantornya, Jum’at (22/04/22).
“Oleh karenanya, untuk sementara sebelum mendapat kepastian bahwa vaksinasi terhadap anak tidak akan mengganggu imunitas anak, sebaiknya Vaksinasi terhadap anak di hentikan dulu sebelum mendapat hasil evaluasi dan penelitian terhadap anak yang telah lebih dulu mendapat vaksin,” himbau Arist.
Pada usia 6 -11 tahun sesungguhnya sistim kekebalan tubuh anak secara alami sedang bertumbuh melawan segala jenis virus yang masuk dalam tubuh anak, dengan demikian vaksin yang tak terukur yang dimasukkan kedalam tubuh anak sangat sensitif menggagggu sistim imunitas yang ada dalam tubuh anak.
“Tengok saja, sejak Indonesia diserang virus Covid 19 yang mematikan itu, jumlah anak yang meninggal karena virus corona di Indonesia sangat sedikit jumlahnya. Itu artinya kekebalan tubuh anak sangat kuat melawan virus Corona ketimbang orang dewasa”. ujarnya.
Jika ada pun usia anak 6-11 tahun ditemukan meninggal karena Covid 19, fakta menunjukkan, itu karena anak mempunyai riwayat penyakit sebelum seperti paru-paru basa dan jenis penyakit dalam lainnya.
Disamping itu jelas Arist, sampai hari ini belum ada penelitian dan hasil evaluasi yang dilakukan pemerintah terhadap anak usia diatas 12 tahun ke atas yang telah mendapat vaksin sebelumnya apakah sistim kekebalan anak lebih baik dalam menghalangi virus corona yang masuk kedalam tubuh anak-anak.
Oleh karena itulah , patut diantisipasi dan diwaspadai bahwa vaksin yang dimasukkan kedalam darah anak jangan malah justru mengganggu sistim kekebalan tubuh anak yang terus bertumbuh dan jangan sampai dampaknya baru terlihat dikemudian hari dan pada masa dan usia anak tertentu.
Jika keadaan ini terjadi, siapakah yang bertanggungjawab. Maukah Kementerian kesehatan yang bertanggung-jawab jika sampai terjadi yang tidak diinginkan.
“Jangan sampai karena pemerintah ceroboh dan tak punya formulasi dan format, dan dilakukan pula hanya untuk mengejar target dan menghabiskan vaksin yang terlanjur di import, dimasa depan dapat mematikan alat-alat reproduksi anak seperti matinya sel telur, hormon dan sperma anak,” papar Arist.
Jika ini terjadi, maka Indonesia dapat kehilangan generasi unggul pada 100 tahun Indonesia merdeka, lalu apa yang bisa dilakukan pemerintah ? Karena fakta menunjukkan bahwa pemberian jenis vaksin sama jenisnya yang diberikan kepada orang dewasa juga kepada anak-anak, hanya saja dosisnya berbeda, satu ampul untuk orang dewasa setengah ampul diberikan kepada anak-anak tanpa dijelaskan isi dan kandungan dari vaksin. Seringkali anak dipaksa mendapat vaksin sekalipun anak dalam ketakutan hanya karena persyaratan untuk bisa mengikuti sekolah tatap muka dan bukannya untuk mendapat jaminan kehatan sebagai bagian hak anak yang dijamin oleh konstitusi dasar Republik ini.
Bahkan, dibeberapa tempat, vaksin dilakukan di tempat-tempat tidak steril seperti di pasar dan ditempat yang tak layak lainnya.
Oleh karenanya, perlu dipikirkan mencari format dan formulasi vaksinasi terhadap anak agar anak terbebas dari ancaman kesehatan.
“Perlu pula dikritisi, jangan sampai pula vaksinasi terhadap anak digunakan untuk mengejar target dan jangan sampai pula dijadikan sebagai syarat sekolah tatap muka, mudik lebaran dan atau persyaratan lainnya dan bukan untuk memenuhi hak anak atas kesehatan dari serangan virus corona,” tandasnya.
Oleh karenanya, demi masa depan kesehatan anak Indonesia, Komnas Perlindungan Anak meminta Kementerian Kesehatan untuk sementara menghentikan Vaksinasi terhadap anak sebelum pemerintah memberikan jaminan dan kepastian bahwa pemberian vaksin pada anak tidak mengganggu dan menghilangkan tumbuh kembangnya proses iminutas anak. (Red)